Apa hikmah tidak makan sebelum shalat Idul Adha, begitu pula shalat Idul Fitri? Yuk, baca berbagai macam penjelasan dari ulama Syafiiyah berikut ini.
Baca juga: 6 Sunnah Nabi di Hari Idul Fitri
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat Id pada hari Idulfitri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Iduladha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat Id, lalu beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad, 5:352. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Baca juga: Hikmah Anjuran Tidak Makan Sebelum Shalat Idul Adha
Imam Nawawi rahimahullah dalam Minhaaj Ath-Thalibin (1:300) berkata,
وَيَأْكُلُ فِي عِيْدِ الفِطْرِ قَبْلَ الصَّلاَةِ وَيُمْسِكُ فِي الأَضْحَى
“(Disunnahkan) makan ketika shalat Idulfitri sebelum berangkat shalat. Sedangkan, (disunnahkan) untuk tidak makan sebelum shalat Idul Adha.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Pada Idulfitri, sedekah (yaitu zakat fitrah kepada orang miskin) disyariatkan sebelum shalat Id, sehingga makan sebelum shalat dianjurkan agar bisa berbarengan dengan orang miskin dalam hal ini. Sedangkan, sedekah pada shalat Iduladha adalah bakda shalat Id. Sedekah pada Iduladha berupa sembelihan qurban, sehingga bisa berbarengan dengan orang miskin dalam menikmatinya.” (Al-Majmuu’, 5:8). Perkataan Imam Nawawi ini ditemukan pula redaksi yang sama dalam penjelasan Imam Al-‘Amrani dalam Al-Bayaan, 2:268.
Imam Al-‘Amrani dalam Al-Bayaan (2:628) menjelaskan pula, “Makan sebelum shalat Idulfitri adalah mustahab (disunnahkan). Imam Syafii rahimahullah berkata, ‘Jika tidak bisa makan di rumah, bisa pula makan di perjalanan atau saat di tempat shalat jika memungkinkan. Adapun shalat Iduladha, makan barulah disunnahkan setelah shalat Id.`” Lalu disebutkanlah hadits dari Buraidah di atas.
Kenapa antara shalat Idulfitri dan Iduladha dibedakan mengenai makan sebelum shalat Id? Imam Al-‘Amrani mengatakan bahwa perbedaan antara keduanya adalah:
- Sebelum shalat Idulfitri, maka diharamkan. Sehingga makan sebelum shalat disunnahkan agar membedakan dengan keadaan sebelum shalat Idulfitri yaitu berpuasa.
- Untuk shalat Iduladha, sebelum shalat Iduladha tidak ada syariat puasa wajib. Sehingga makan pada Iduladha diakhirkan bakda shalat agar membedakan antara keadaan sesudah dan sebelum shalat.” (Al-Bayaan, 2:628)
Muhammad bin Al-Khathib Asy-Syirbini rahimahullah berkata, “Dianjurkan menahan diri dari makan pada Iduladha sampai shalat dilaksanakan karena ittiba‘. Tujuan makan sebelum shalat Idulfitri yang lainnya adalah agar membedakan hari Idulfitri dan hari sebelumnya yang masih haram untuk makan. … Adapun shalat Iduladha dianjurkan menahan diri dari makan, sebagaimana minum pun demikian. Meninggalkan sunnah ini dihukumi makruh sebagaimana ada perkataan dalam Al-Umm yang disebutkan dalam Al-Majmu’.” (Mugni Al-Muhtaaj, 1:467)
Syaikh Prof. Dr. Musthafa Diib Al-Bugha hafizhahullah berkata, “Untuk Idulfitri, makan sebelum shalat punya maksud untuk membedakan bahwa hari Idulfitri bukan lagi berpuasa. Sedangkan untuk Iduladha, tidak makan sebelum shalat punya maksud agar yang pertama kali dimakan adalah dari udhiyyah (hasil qurban).” (Ifaadah Ar-Raaghibiina bi Syarh wa Adillah Minhaaj Ath-Thalibiin, 1:494)
Baca juga: Beberapa Catatan tentang Tidak Makan Sebelum Shalat Idul Adha
Yuk, amalkan sunnah yang satu ini sebelum shalat Idulfitri maupun shalat Iduladha. Semoga kita semua mendapatkan berkah di hari raya. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
- Al-Bayaan fii Madzhab Al-Imam Asy-Syafii. Cetakan keempat, Tahun 1435 H. Abul Husain Yahya bin Abil Khair Saalim Al-‘Amrani Asy-Syafii Al-Yamani. Penerbit Dar Al-Minhaaj.
- Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab li Asy-Syairazi. Cetakan kedua, Tahun 1427 H. Abu Zakariya Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
- Ifaadah Ar-Raaghibiina bi Syarh wa Adillah Minhaaj Ath-Thalibiin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Syaikh Prof. Dr. Musthafa Dib Al-Bugha. Penerbit Dar Al-Musthafa.
- Minhaaj Ath-Thaalibiin. Cetakan kedua, Tahun 1426 H. Abu Zakariya Yahya bin Syarf An-Nawawi Ad-Dimasyqi. Tahqiq & Ta’liq: Dr. Ahmad bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Haddad. Penerbit Dar Al-Basyair Al-Islamiyyah.
- Mughni Al-Muhtaaj ila Ma’rifah Ma’ani Alfaazh Al-Minhaj. Cetakan keempat, Tahun 1431 H. Muhammad bin Al-Khathib Asy-Syirbini. Penerbit Dar Al-Ma’rifah.
–
Selesai disusun pada malam Iduladha, 10 Dzulhijjah 1443 H, 9 Juli 2022
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com